via |
Aku tidak pernah memiliki seorang teman. Orang bilang aku
cupu. Dan seperti yang selalu terjadi di film-film,mereka yang berlabel “nerd” tak pernah berteman dengan
anak-anak populer di sekolah. Di kasusku,bahkan mereka yang tidak populer pun
enggan berteman denganku. Maka akupun menyibukkan hari-hari sekolahku hanya
dengan belajar tanpa memperdulikan perasaan manusiawiku yang membutuhkan
seorang teman. Ayah dan ibu sudah cukup perhatian dan jadi teman curhatku
selama ini.
Mungkin karena itu juga aku masih belum terlalu mengenal
semua orang di kantor baruku ini. belum genap seminggu aku disini. Tapi semua
orang cukup hangat menyambut kedatanganku. Mungkin hanya aku yang kurang pandai
bergaul.
Aku melirik jarum jam di mejaku lagi. 18:15. Hujan diluar
masih cukup deras. Dan aku tidak akan memaksakan diri pulang bersepeda motor
tanpa memakai jas hujan yang tidak sengaja tertinggal di rumah. Lagipula aku
ingin menyelesaikan pekerjaanku hari ini. Tinggal aku sendirian di kantor ini
sebelum aku menyadari pintu ruang tengah yang tiba-tiba terbuka dan seorang
laki-laki masuk dari sana. Dengan baju yang sedikit basah karena ada bekas
titik-titik air disana,ia terlihat seperti habis kehujanan. Aku berusaha
berpura-pura untuk tidak menyadari
kehadirannya,tapi terlambat! Yang aku lihat dari ekor mataku,dia sedang
berjalan ke arahku.
Aku masih berpura-pura fokus menghadap layar komputer ketika
dia sudah berdiri di sebelah kubikelku dengan senyum hangatnya.
“Kamu anak baru,ya?” ia menanyaiku.
“Iya,pak” aku menjawab singkat sambil berusaha
tersenyum,tapi mungkin yang terlihat malah cengiran kuda.
Dari penampilannya,kami
sepertinya hanya berbeda usia beberapa tahun. Dan aku tahu mungkin ia belum
layak untuk kupanggil “pak”. Aku hanya berusaha sopan.
“Kenalkan,saya Doni” ia mengulurkan tangannya padaku.
“..Rara..” jawabku sambil menjawab uluran tangannya.
Usianya mungkin belum genap 30 tahun. Tinggi tegap,posturnya
terlihat proporsional. Penampilannya rapi. Tapi sepertinya dia sudah
bertahun-tahun bekerja disini. Mungkin ia memegang jabatan penting.
“Lembur sambil nunggu hujan reda,ya?” Oh! Dia masih berdiri
disana rupanya.
“Iya,pak”
“Kamu lapar,nggak? Saya mau bikin roti bakar mumpung
dingin-dingin begini,temenin saya,ya!”
Haa? Dan aku masih bengong melihat keramahan orang ini. Yang
terjadi kemudian,aku mengekor dibelakangnya hingga kami berada di dapur.
Wow! Pak Doni lihai sekali membuat roti bakar. Aku kira
laki-laki kantoran seperti dia mana mau berkotor-kotor di dapur. Sambil membuat
roti bakar dan teh panas untuk kami,dia bercerita panjang lebar tentang
pengalamannya disini,diapun berbasa-basi padaku dengan menanyakan kecocokanku
disini. Dia menanyakan umurku,dan ketika tahu bahwa kami tak berbeda usia
jauh,ia melarangku memanggilnya “pak”. Dia menjelaskan padaku bahwa dia baru
saja pulang dari dinas luar kota. Bahkan chemistry diantara kami seperti kami
sudah saling kenal bertahun-tahun. Dia tidak membuat jarak antara senior dan
anak baru. Untuk aku yang tak pernah merasakan keramahan seorang teman baru,aku
merasa cukup nyaman.
Kami mengobrol lama sekali malam itu,hingga jam-jam berlalu
di antara kami tidak terasa. Titik-titik air hujan yang menabrak kaca jendela
yang menemani kami sedari tadi sudah mengalir ke selokan air dibawah sana. Aku tidak
merasakan dingin lagi. Bukan karena hujan sudah reda,tapi karena keramahan
teman baruku ini. Lalu kami berpisah di lobby kantor,karena dia beralasan akan
menyelesaikan laporan dinas luar kota-nya malam itu juga.
***
Esok paginya,aku berangkat ke kantor dengan bersemangat. Aku
berharap aku bisa bertemu lagi dengan teman-teman baruku,terutama Doni. Aku tak
pernah sesemangat ini untuk bertemu teman-temanku,karena nyatanya,aku tak
pernah memiliki teman.
Kantor sudah ramai,dan di dekat kubikelku berkumpul beberapa
karyawan yang sedang mengobrol. Ketika aku melewati mereka sebelum sampai ke
kubikelku,aku mendengar nama Doni disebut. Tapi percakapan mereka aneh. Aku lihat
ekspresi mereka seperti kehilangan. Aku memberanikan diri bertanya pada salah
satu dari mereka. Ada mbak Ajeng,yang kubikelnya bersebelahan denganku disana.
“Ngobrolin apa sih mbak?”
“Ooh..nanti malam acara tujuh harinya GM kita yang sudah
meninggal,Ra..”
“Meninggal? Karena sakit,mbak?”
“Bukan,kecelakaan pas mau pulang dari dinas luar kota..”
“Innalillahi..orangnya yang mana mbak?”
“Kamu mungkin nggak tahu orangnya,soalnya beliau meninggal
sehari sebelum kamu masuk. Namanya Pak Doni. Kasian banget,belum nikah lho
padahal,Ra. Banyak yang patah hati nih..”
Aku sedikit terkejut,tapi aku berharap mungkin ada dua orang
bernama Doni disini.
“Yang mana sih mbak orangnya?” tanyaku
Mbak Rara mengambil Blackberry dari sakunya dan
memperlihatkanku foto seseorang yang membuatkanku roti bakar semalam. Oh Tuhan..lututku
gemetaran dan aku langsung menuju kursiku tanpa memperdulikan mbak Ajeng yang
masih menceritakan tentang Pak Doni.
Jika tadi malam yang Engkau kirimkan padaku itu malaikat,terima
kasih telah mengijinkanku berteman dengannya,Tuhan..