via |
Aku masih duduk disini sendirian. Di bangku kebun belakang
rumah kita,yang kau sulap jadi tempat yang indah walau dulunya ini adalah lahan
kosong berdebu. Lalu kau jadikan ini tempat kita berdansa di bawah sinar
rembulan ketika anak-anak berlibur berlibur di rumah kakek-nenek mereka,atau
ketika mereka tidur lebih awal. Aku masih ingat bagaimana kebiasaan itu
dimulai.
Malam itu,ketika kau hendak melamarku di tepi pentai saat
senja,dan aku mengiyakan permintaanmu,kau langsung mengajakku berdansa saking girangnya.
Tapi aku sama sekali tak bisa berdansa. Dan kau pun kemudian mengajariku dengan
lembut. Aku bahkan masih merasakan kepalaku bersandar di bahumu. Nyaman. Dan
akan selalu seperti itu,sayang. Dan aku selalu suka dengan kebiasaan kita itu.
Berdansa dengan iringan musik bertempo lambat di bawah sinar rembulan di kebun
belakang rumah kita. Bahkan setelah anak-anak mulai membangun keluarga mereka
masing-masing,kita masih terus melakukannya.
Kadang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apakah kau
disana merindukanku juga,sayang? Apakah kau masih ingat dengan kebiasaan kita
itu? Bagaimana saat-saat bahagia kita itu sellau membangkitkan kenangan akan
dirimu. Setelah satu dekade berlalu,sejak hari itu aku juga memakai cincin
pernikahan kita yang dulu kau pakai di jari manismu itu. Aku memakai sepasang
di jari yang sama. Dengan begitu aku merasa begitu dekat denganmu meskipun
sekarang kau tak lagi di dunia fana,sayang.