2 Mar 2013

Bromo : A Walk To Remember




Pernah jalan kaki dari penginapan di Cemoro Lawang sampai ke puncak Bromo? Saya pernah.
Ide liburan ke Bromo ini muncul tiba-tiba dan langsung disetujui oleh beberapa teman yang lagi sama-sama pingin liburan juga. Saya sendiri sudah pernah ke Bromo sebelumnya,tapi saya masih penasaran sama sunrise-nya. Dengan harapan di kesempatan ini saya bisa menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri,bukan hanya dari apa yang Google perlihatkan pada saya. Satu orang teman saya yang tadinya mau ikut tiba-tiba mengundurkan diri dengan alasan ada acara di hari yang sama,tapi menakut-nakuti saya dengan kemungkinan bahwa sunrise tidak akan terlihat jelas karena ini musim penghujan. Sebodo kodok! Kalau nggak bisa ikut ya nggak usah ikut aja,nggak pake bikin orang jadi males berangkat juga. Belum tentu minggu depan saya bisa liburan seperti ini.

Beranggotakan 7 orang,kami berangkat tanggal 23 Februari 2013 pulang kantor jam 16.30. Hasil dari googling beberapa hari sebelumnya,saya dapat nomor hape pemilik penginapan di Cemoro Lawang,Pak Semangat 085258122319. Kami langsung booking penginapan yang berisi 3 bed dan 1 kamar mandi dengan harga Rp.250.000,- .Kondisi kamar cukup bersih,sudah ada TV juga. Tapi sayang,karena sebelah kamar ada pompa air,waktu malam kami tidur sering kedengeran suara pompanya nyala.
Kami tiba di penginapan pukul 21.00,angin dingin khas gunung langsung menyapa kami yang baru keluar dari mobil. Dibandingkan dengan Surabaya,ini masih dibilang sejuk. Sambutan berikutnya adalah lantai penginapan. Yang ini baru dibilang dingin. Kalau bisa nggak napak lantai gitu maunya. Berikutnya lagi,air kamar mandi. Keluar dari kamar mandi langsung berubah jadi es balok   
Untungnya enggak. Hehehe.



keruntelan di penginapan :D

Angin malam yang dingin bikin kami buru-buru tarik selimut. Karena kami sudah sepakat besok pagi-pagi kami berangkat untuk liat sunrise. Kasih stabilo : jalan kaki. Bukan karena kami kere (padahal emang iya sih..) jadi nggak mau naik jeep ya,tapi karena 2 orang di geng saya yang ngotot nggak mau naik jeep meskipun yang lain naik. Ini nih yang agak merepotkan. Masak iya kita enak-enakan naik jeep ninggal 2 orang ini di belakang? Okelah,ikutan jalan kaki.


Semua alarm di hape disetel jam 2.30 pagi. Jaga-jaga ada yang pup pagi-pagi,jadi biar nggak ketinggalan sunrise-nya. Hihihi. Ini beneran lho,karena urusan perut kadang nggak bisa dipending. Ini kenapa jadi bahas pup?

Pertama keluar dari kamar rasanya mau balik ke kasur lagi. Bener-bener dingiiiiinnn!!! Penginapan kami cuma berjarak 100 m dari loket pintu masuk ke Bromo. Karena kehidupan di Bromo dimulai jam segitu,sekitaran loket udah rameee banget sama yang mau ke Bromo,sepanjang jalan juga banyak jeep yang masih parkir dan nunggu penumpang,ada juga yang sudah mulai berangkat. Curang nih kita,loket yang antriannya sampai gak berupa antrian kita lewati gitu aja. Sampai 5 m jalan,kok nggak ada yang manggil ya..10 m juga tetep sepi. Ya udah lanjut aja   


Dari depan pintu masuk sampai ujung jalanan aspal Cemoro Lawang,kami diikuti para tukang ojek yang setengah maksa kita untuk pakai jasa mereka. Dipakai jalan sampai sini,badan udah angetan. Ok bagus. Olahraga dini hari. Berbekal 2 senter,kami mulai melibas gelapnya lautan pasir. 
Uuughh! Ini pertama kalinya di hidup saya. Naik gunung sepagi buta begini demi lihat sunrise,pakai jalan kaki,gelap-gelapan pula! Jarak 9 Km kami babat dalam waktu 1,5 jam. 1 cowok sebagai penunjuk jalan di depan dan bawa senter,1 lagi bawa senter di samping kami,1 lagi di belakang,sisanya 4 orang cewek gandengan tangan 2-2 di tengah. Dengan beberapa kali berhenti karena kecapekan,lalu lanjut lagi karena sudah mulai kedinginan. Mungkin karena ini musim hujan,kami sempat melewati cerukan panjang mirip sungai sedalam ±1-1,5 m dengan lebar ±5 m. Kami juga sempat mendapat serangan angin kencang beberapa kali di tengah lautan pasir 
Kalau ke Bromo jangan lupa pakai masker ya! Karena kata Ian di film “5 cm” : Makan pasir itu nggak enak,sob!  

Patokan kami selama menghabisi lautan pasir ini adalah tugu penunjuk arah Penanjakan,cahaya lampu di kaki Bromo dan arah kendaraan datang. Makin pagi,makin banyak kendaraan yang lewat,dan lagi-lagi kami ditawari tukang ojek lagi disini. September lalu saya belum ketemu sama tukang ojek yang menawarkan jasa mengantar sampai Bromo. Atau karena saya berangkat siang,jadi nggak ketemu. Makin mendekati tujuan,suasana makin ramai juga. Suara-suara sudah mulai terdengar jelas. Karena sudah capek jalan kaki 9 Km,kaki ubur-ubur saya nggak kuat kalau mesti disiksa dengan jalan mendaki lagi. Saya bilang ke semuanya kalau saya mau naik kuda! Ngomongnya agak-agak sewot karena udah capek bangettt!   

Antara capek,pingin ndelosor tapi kotor,pingin segera nyampe puncak keburu nggak kebagian sunrise,saya jadi semangat banget nawar harga kudanya. Awalnya saya minta Rp.80.000,- untuk 4 orang,tapi nggak acc sodara-sodara. Akhirnya kena Rp.100.000,- untuk 4 kuda,karena 3 orang teman saya juga mau naik kuda. Agak-agak serem juga sih naik kuda dengan jalanan yang menanjak dan nggak rata disana-sini dan suasana yang gelap gitu. Takut aja gitu tahu-tahu kudanya waktu jalan nanjak terus jatuh ke belakang karena ada sapi yang naikin kuda. Eh,saya maksudnya,bukan sapi. 
Saya dan pasukan berkuda sampai duluan daripada mas-mas yang jalan kaki. Sambil ngangetin badan,mampir minum susu panas dulu di ibuk-ibuk yang jualan di bawah tangga menuju puncak Bromo. Ada banyak ibuk-ibuk yang jualan minuman anget-anget disini,jadi nggak usah kuatir kehausan. Dingin-dingin di Bromo,habis jalan kaki jauh,terus minum susu anget sambil deket-deket perapiannya si ibuk yang jualan. Lazeeeezz..
Perjuangan belum berakhir,waktunya naik tangga yang jumlahnya nggak pasti untuk sampai ke puncak. Ada yang bilang 250an anak tangga,ada yang bilang 300an. Saya sendiri waktu naik nggak sempet ngitung jumlah anak tangganya. Saya sudah cukup sibuk ngitungin napas saya sendiri. Hehehe.


Dan inilah dia Bromo. Berasal dari bahasa Sanskerta “Brahma” ,salah seorang Dewa Utama Hindu,merupakan gunung berapi yang masih aktif di Jawa Timur. Berketinggian 2.392 m dari permukaan laut,Bromo berada dalam 4 wilayah : Kabupaten Probolinggo,Pasuruan,Lumajang,dan Kabupaten Malang. (sumber : Wikipedia)
sumber : Wikipedia
Akhirnya,saya dapet tempat pe-we untuk menyaksikan matahari terbit dari puncak Bromo. Saya sudah menunggu-nunggu saat ini tiba. Ada banyak rombongan lain yang ikut memenuhi puncak Bromo. Setelah agak lama nunggu,matahari belum mau keluar juga. Mungkin bener kata teman saya,lagi musim hujan. Kabutnya juga bentar-bentar datang. Angin kenceng masih tetep menyerbu kami. Kecewa  juga,sudah pingin banget lihat sunrise dari puncak Bromo,tapi malah nggak muncul. Lalu agak siangan,matahari mulai kelihatan,itupun dari sisi puncak Bromo yang pinggir kawahnya nggak ada pagernya. Sereeemmm..





paling kiri ribet sama kamera. macet mendadak pas udah pe-we --"
menunggu fajar di tengah gelap dan dinginnya udara pagi
ki-ka : Danang,saya,mba Atin,Indri,Mamad,Unyil
mataharinya nampang sebelah sono nohhh!!! T_T
adem benerrrrrrrr!!!


>.<

Yang baru dari Bromo kali ini adalah tangga menuju puncaknya sudah diperbaiki. Beda ketika saya kesini bulan September lalu,waktu itu masih belum musim hujan juga,jadi hampir tiap anak tangga ketutup sama pasir. Jadinya super licin dan kalau jalan harus super hati-hati. Tapi,meskipun kondisi tangga seperti itu,ada juga sekelompok anak-anak muda seumuran saya yang nekat main seluncuran sambil turun. Maunya cepet sih boleh aja,tapi kita juga harus mikir keselamatan orang lain kan?





see..tangganya udah bagus lagi

masih berkabut..
ini cerukan yang tadi waktu masih gelap kami lewati
ini DPO yang ikutan kami ke Bromo. bukan. ini abang. dinding pasir di belakang abang adalah salah satu sisi dinding cerukan
Indonesia :)
Pura Luhur Poten,cuma lewat aja







Pulangnya ke penginapan tetep jalan kaki,tapi lebih santai karena bentar-bentar berhenti buat foto-foto. Tapi yang nerusin jalan kaki sampai penginapan cuma saya,abang,sama Danang aja,lainnya pilih ngojek dari tugu penunjuk arah penanjakan. Dan kali ini lebih menyiksa buat saya. Apalagi pas di jalanan menanjak Cemoro Lawang setelah lautan pasir berakhir. Ya ampun tanjakannyaaaa! 

Ini mungkin nggak seberapa untuk Danang yang anak gunung. Terbukti,dia jalan duluan dan jaraknya agak jauh dari saya. Dan saya? ngos-ngosan sepanjang jalan,dapet 100 m berasa basah baju saya. Sempetin ngelepas jaket,beanie/kupluk,sama sarung tangan. Lanjut jalan 10 m sambil terus kena angin Bromo yang kenceng beberapa kali,kok rasanya jadi dingin lagi,pake lagi jaket dan teman-temannya. Berasa mau pingsan aja 
Tukang ojek sesekali masih ngintilin saya yang jalan berdua sama abang untuk nawari pakai jasa mereka. Tapi saya gengsi,mau nantang diri sendiri juga sih,kuat nggak jalan kaki ±18 Km. Padahal abang udah ngomel-ngomelin  saya terus sepanjang jalan karena tadi nggak ikutan naik ojek! Hihihi.

Sempet lihat hardtop mogok juga pas lagi nanjak. Nah,hardtop aja bisa mogok! Apalagi saya yang kakinya kayak kaki ubur-ubur gini. Tiba-tiba saya merasa lebih lemah daripada kuda yang lalu lalang di deket saya ini. Beberapa kali saya curi-curi istirahat sambil memandang Bromo dan lautan pasirnya dari kejauhan. Yang ada di kepala saya cuma “gilaaaaa...ternyata aku tadi udah jalan segitu jauhnya!” 

Kejamnya,pas lagi jalan ngos-ngosan sambil kedinginan,haus tapi air minum udah habis karena tadi lupa beli lagi,ada hardtop yang searah dengan kami melenggang dengan santai dan penumpangnya yang duduk sebelah supir melambai-lambaikan tangannya ke saya. Semacam sombong. Ckckck. Perjalanan saya berakhir dengan perasaan seperti menang Olympiade. Bangga,terharu,dan.........capekkk! 


aku gak mau difoto! aku cuma mau ndelosor..


perjalanan balik ke penginapan

Andai penginapan punya air panas buat mandi,ini kepala yang berasa kayak ada timbunan pasir di sela-sela rambut pasti udah bersih sebelum pulang. Sayangnya,enggak ada. Dan airnya masih berasa air kulkas. Nggak kuat ding kalo keramasan. Jadilah kami semua nggak mandi. Mampir Waroeng Kencur Probolinggo untuk makan siang dengan layak.


Kecuali untuk acara jeritan malam jaman masih sekolah dulu,saya belum pernah jalan kaki di gunung pagi-pagi buta,gelap,dingin,dan penerangan cuma senter kecil. Tapi dari sini,saya jadi tahu dengan siapa sebenarnya saya melakukan perjalanan ini,dengan siapa saya berteman.