Ketika kehidupan nyata sudah terlalu membuat saya merasa
palsu untuk terus-menerus bersikap realistis,saya memutuskan pergi ke tempat
ini. Favorit saya. Satu dari beberapa yang saya cita-citakan untuk saya
kunjungi sebelum saya mati. Satu dari banyak mimpi-mimpi saya tentang
tempat-tempat penuh damai dan menenangkan.
Bayangkan seperti ini : hari itu hari libur,dari bangun
tidur selama sepanjang hari itu tidak akan ada bunyi handphone. Tidak ada cek
e-mail,tidak ada mention twitter,tidak ada notification facebook,dan pasti tidak
ada panggilan kerja dadakan di hari itu. Putus sementara dari dunia luar. Kita hanya
akan berteman dengan ketenangan hari itu. Lalu jauh dari kemacetan jalan raya
atau suasana perkotaan yang bising,ada sebuah padang rumput yang sangat-sangat-sangat
luas. Ini bukan taman,so there will be no
park bench here. Beberapa rumput masih basah ujungnya karena embun
pagi,jadi kita bertelanjang kaki berjalan-jalan di padang rumput itu. Udaranya
sejuk. Semakin meninggi sang matahari,warna yang ada tak lagi hanya hijau. Di beberapa
tempat ada kumpulan ilalang setinggi pinggang yang menari-nari lemah-lembut
mengikuti arah angin. Lalu ada banyak bunga liar warna-warni juga. Oh ya! Dan
disana ada dandelion,berkoloni warna kuning dan putih. Bahkan hanya memandang
kumpulan warna putihnya saja,saya merasa damai.
Sama seperti kemarin,ketika saya akhirnya menemukan
dandelion itu. Seperti mimpi yang berubah jadi nyata. Saya bertanya-tanya kapan
saya bisa menemukan bunga liar ini. Lalu saya menemukannya di tepi jalan
setapak di Batu. Tidak jauh dari tempat saya berhenti di pinggir jalan untuk
foto-foto di perjalanan pulang. Bahkan diantara rumput liar,ia tumbuh sendirian
bersama beberapa dandelion kuning. Ia rawan sekali untuk terinjak di tempat
seperti itu. Tapi ia terlihat begitu tough.
I ever been like them. Those
dandelions. Ketika mimpi saya meneruskan kuliah tertunda,saya harus rela
melihat teman-teman se-angkatan saya sibuk mempersiapkan kuliah. Ketika mereka
sibuk beradaptasi dengan lingkungan baru,saya sibuk kirim lamaran
kesana-kemari. Bahkan di keadaan itu,saya sempat bersumpah dan beranda-andai di
waktu yang sama. Andai saya bisa kuliah,saya rela menggadaikan kehidupan remaja
‘normal’ saya untuk segera mengenakan toga. Tapi tak pernah ada saat seperti
itu. Mungkin belum datang kesempatan seperti itu. Lalu saya memupuk harapan
lebih tinggi lagi,saya akan kuliah dengan hasil keringat saya sendiri. Ini akan
terdengar jauh lebih baik ketimbang mereka yang bisa dikuliahakan orang
tuanya,tapi sibuk update status susahnya kuliah.
Di tahun-tahun itu pula saya sibuk me-mati rasa-kan hati
saya. Hidup dan segala susah payahnya hanya untuk saya tanggung sendiri,tak
perlu membaginya dengan orang lain yang kemudian akan pergi juga. Pun begitu
dengan kebahagiaan. Saya tak pernah percaya orang baik akan datang dan menemani
saya. Sometimes you have to be your own
hero. Lalu tahun-tahun berjalan,berlalu dengan banyak bocah
laki-laki yang patah hati,dengan saya sendiri yang berakhir patah hati juga
karena belum bisa kuliah.
Kembali ke dandelion. Saya pertama melihatnya hanya di
gambar-gambar Tumblr. Lalu di wallpaper Samsung S III yang belakangan muncul
dan nge-hit. Diam-diam saya sering googling
dimana saya bisa lihat dandelion. Dan terang-terangan juga saya bertanya ke abang.
Lalu perjalanan kali itu menuntun saya menemukan bunga impian saya. It is a dream come true! It really is!
Menggenggamnya lalu terasa tenang,ya..I
always wanna be like you. Ini yang selalu saya tunggu-tunggu juga! Meniup
kelopak-kelopaknya. Konon,kelopak-kelopak yang juga bijinya yang terlepas ini akan terbang
dan tumbuh di tempat ia hinggap sebagai bunga dandelion baru. Dengan kekuatan
yang sama tegarnya. Dan meskipun ia tumbuh dimana kaki manusia bisa
menginjaknya,tapi ia akan tetap seperti itu. Kuat dan cantik.